Lengger, yaitu jenis tarian tradisional yang tumbuh subur diwilayah sebaran budaya Banyumasan. Kesenian ini umumnya disajikan oleh dua orang wanita atau lebih. Pada pertengahan pertunjukkan hadir seorang penari pria yang lazim disebut badhud, Lengger disajikan diatas panggung pada malam hari atau siang hari , dan diiringi olah perangkat musik calung.
Beberapa informasi berhasil saya dapatkan untuk memperdalam observasi saya tentang Lengger. Beberapa orang yang kami temui menceritakan beberapa hal penting tentang Lengger. Pertama adalah Mas Noer, yang menceritakan bagaimana Lengger benar-benar menjadi sebuah arena yang sakral. Pada masa dulu, tidak banyak orang desa yang mengundang Lengger untuk pentas karena tingkat ekonomi masyarakat pedesaan yang tidak terlalu bagus untuk membayar kelompok Lengger. Kelompok Lengger mengadakan pentas di desa setelah petani desa memanen padi. Biasanya secara spontan penari Lengger menggelar tikar di tanah lapang kemudian menari diiringi penabuh calung dan kendang. Menurut Mas Noer, pertunjukan biasanya dimulai sore hari dan berakhir saat malam telah larut. Di awali dari penabuh kendang sebagai pertanda datangnya musim panen kemudian di sambut dengan pemain calung untuk mengumpulkan masyarakat desa dan kemudian dilanjutkan dengan penari lengger. Barulah prosesi lengger berlangsung. Ditengah pertunjukan biasanya salah seorang anggota kelompok Lengger mengedarkan kotak untuk mengumpulkan uang dari penonton yang menikmati pertunjukan malam itu. Pada titik tertentu Ronggeng dapat memainkan perannya sebagai pengemban tugas suci membawakan tari untuk menghormati dewi kesuburan. Miras dan seks baru mewarnai pementasan Lengger ketika ia dipentaskan dalam acara yang digelar oleh kalangan priyayi ataupun pejabat pemerintahan.
Tetapi Lengger telah dimatikan seiring dengan berkembangnya wacana anti-komunisme di tahun 1965. Lengger dicoba untuk dihilangkan sebagai ikon Banyumas. Hal ini tentu saja memaksa banyak kelompok Lengger menutup kisah mereka sebagai seniman Lengger seiring dengan sepinya pementasan, bahkan di desa sekalipun. Tak ada lagi ritual penghormatan setelah panen.
Lengger “hidup kembali” saat Golkar berkampanye di awal 70-an. Lengger dihidupkan sebagai bagian dari mesin penarik massa dalam kampanye Pemilu. Tetapi perubahan terjadi pada Lengger di tahun-tahun ini. Banyak tradisi yang hilang dari pementasan Lengger. Perubahan yang di ceritakan oleh Kang Tohari antara lain tentang isi syair yang dilantunkan oleh Ronggeng (penari Lengger) yang dulunya bercerita tentang petuah-petuah filosofis Jawa telah berubah menjadi slogan-slogan kampanye ala Golkar. Begitu pula kostum kelompok Lengger yang telah didominasi oleh warna kuning. Mulai tahun 1970-an Lengger telah dikooptasi oleh struktur politik Orde Baru melalui Golkar. Bahkan istilah Lengger coba diganti dengan istilah baru yang khas Jawa Mataraman, yaitu Gambyong Banyumasan.
Orang kedua yang kami temui adalah Kang Imam, Penduduk asli Bantarbarang Purbalingga, sebuah desa yang dulu terkenal dengan kelompok Lenggernya. Sekarang tak ada lagi cerita Lengger di desa ini. Ia mengatakan bahwa tidak adanya regenerasi antar generasi Lengger dan perubahan pola pikir masyarakat Desa Bantarbarang telah mengakibatkan Lengger kehilangan daya tariknya sebagai sebuah pilihan berkesenian. Perubahan nilai-nilai sosial yang tidak lagi permisif terhadap Lengger telah mengakibatkan Lengger di desa ini kehilangan penerusnya. Menurutnya perubahan nilai dalam masyarakat ini diakibatkan berkembangnya institusi pendidikan di desa ini. Kang Imam juga menceritakan bahwa para seniman Lengger sendiri mencoba beralih pada kelompok-kelompok Kuda lumping yang sedang in akhir-akhir ini.
Orang ketiga yang kami temui adalah Tamiyaji. Dalam obrolan yang cukup panjang kami mencari informasi tentang hal-hal teknis seputar pementasan Lengger. Kami menghindari pembicaraan yang khusus tentang hal-hal diluar pementasan karena mengingat pesan Kang Imam agar jangan menyinggung kehidupan Lengger pada masa lalu. Tamiyaji menuturkan dengan sangat rinci tentang berbagai piranti yang digunakan dalam pementasan Lengger, antara lain; Calung (sejenis alat musik pukul yang berjajar dan mempunyai nada bunyi tersendiri dalam setiap lajurnya), bongkel (sejenis angklung dengan tiga balok bamboo sebagai instrument penghasil suara ini masuk pada alat musik bongkel bukan calung), angklung, Gong tiup , Gamelan bambu , dan Kendang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar